Saturday 2 September 2017

Bukan Cerita Nyata


   



                
             Pagi itu, suara adzan subuh yang selalu menjadi alarmku untuk bangkit dari hayalan yang terus terbawa hingga bangkitnya tubuhku. Disaat gemerlapnya hiburan malam yang terus bersandiwara tanpa ada hentinya. Ah... rasanya berat sekali untuk pergi meninggalkan singgasanaku yang tercinta. Dengan pemikiran tersebut, kupejamkan lagi mataku...
          
           Kringg.... kriiingg...krriiiinggg .....( suara telephone ) suara itu... !!! Ah..ngantuk sekali... Dengan berat hati, akhirnya tanganku meraih telephone genggam tersebut..

Hallooooo.....!!!!! ( suara Pak Abdan dengan nada tinggi )
                                                                                             Iya..pak siappp....( dengan nada kaget ) 

Ternyata telephone itu dari Pak Abdan, beliau adalah dosen pembimbing penelitian, yang kelompok kami kerjakan. Dengan tergesa-gesa, tanpa mandi hanya menyikat gigi aku langsung meluncur ke kampus menggunakan sepeda kebangganku. Merk Vespa buatan Italy tahun 1983. Dilengkapi jaket kulit khas Russia jahitan tahun 1995 dan juga sepatu kulit dari Amerika yang dibuat tahun 1992 lengkap sudah bahwa aku adalah pecinta yang tua-tua.. heheh.. maksudnya bukan untuk manusia ya.. 
                  
                 Setelah berkendara sekitar 5 menit aku sadar...aku tidak mengenakan helm. Akhirnya kuputuskan untuk meninggalkan motorku di pom bensin terdekat. Dan aku memilih menggunakan transportasi umum karena lebih irit dari pada menggunakan ojek, ya...walaupun memakan waktu lebih lama. Aku duduk dipojok paling belakang, beberapa waktu kemudian naiklah seorang wanita berhijab menggunakan masker dan tepat duduk didepanku. Sempat kuperhatikan wajahnya, tetapi dia begitu cuek..Ya..mungkin memang menjaga pandangan terhadap lawan jenis itu penting apalagi bukan muhrimnya. Kurang lebih sekitar 30 menit, seharusnya aku sudah sampai tujuan. Akan tetapi...karena macet. Mungkin 1 jam lagi aku baru sampai. 

"Wanjirr... mampuss.. dikroyok temen-temen sama dosen habis ini" ( gumamku ) 

spontan saja aku bertanya jam berapa sekarang keperempuan yang duduk didepanku. Dia hanya melihat mataku dan tidak mengucapkan sepatah katapun. Mungkin karena menggunakan masker dia tidak mau bicara atau mungkin juga dia belum menggosok gigi pikirku... Tak lama kemudian dia mengambil sesuatu dari sakunya...

EDISI 17 AGUSTUS 2017

                           

"Derita Perujuangan"

Sebuah kata, yang kala itu sangat berat engkau katakan.
Tatkala genderang peluru bertebaran diangkasa.
Tatkala seorang prajurit yang gagah harus mati demi kebebasan bangsanya
Secarik kata yang sangat sulit terhempas keluar dari rahang rakyat Indonesia
Merdekaa !!! Cukup hanya itu kata yang akan kami teriakan
Entah, setiap kali terdengar teriakan merdeka
Selalu saja disertai dengan tangisan darah, suara memilukan yang meninggalkan
suara syahdu untuk terakhir kalinya.
Merdekaa!!!Merdeka!!!Merdeka!!! Dengan tekad sekuat baja, dengan semangat yang terus membara
Api kemerdekaan akan selalu menjadi milik kita.
Terima kasih pahlawanku
Terima kasih atas perjuangan yang engkau berikan untuk
kemerdekaan bangsa Indonesia
Merdeka!!!Merdeka!!!Merdeka!!!

Thursday 17 August 2017

SANDIWARA


14-08-17

  "  Sandiwara "
               
                     Hening, gelap gulita seakan tiada batasnya. Ketika sebuah senyum memecah belah keheningan. Sebuah tawa candaan diiringi alunan musik khas pendakian. Terdengar merdu diantara goyangan daun dipepohonan. Kala itu, aku terpejam seakan perjalanan ini begitu membosankan. Seketika aku sadar. Senyum itu kembali muncul dari pakaian yang sama yang aku kenakan. Begitu anggunannya, begitu manisnya tatapanya menuju tepat kearahku. Entah guncangan apa yang membuat bidadari pendakian begitu memperhatikanku. Candaanya, tatapanya, senyumannya selalu mengikutiku. Apakah ini yang dinamakan cint* ataukah cint* hanya candaan semata ? untuk memecah suasana canggung ataukah hanya untuk formalitas saja. Akan tetapi rasa yang sudah lama aku impikan sirna begitu saja. Ketika sang bidadari mulai menjauh dari panggung sandiwara. Sesungguhnya dia telah membuatku melangkah lebih jauh, memutarbalikan fakta bahwa aku sungguh mencint*inya. Tapi sekarang, apalah daya, aku hanya manusia biasa yang kotor, dekil, hitam pucat yang sedang meran* dan ingin kembali bersandiwara. hahahah.......
Tapi itu semua sia-sia, impianku sangatlah jauh bahkan tak sanggup untuk kuihat dengan mataku. Sang bidadari telah kembali kealamnya tanpa meninggalkanku sepatah kata..

Nadzir

Wednesday 16 August 2017

PERI YANG AKU IMPIKAN


17-08-2017

                                               " Peri ( Bidadari ) yang aku Impikan "

      Gelap... sebuah lentera padam yang terletak diantara bebatuan, memancarkan temaram cahaya yang sangat tipis. Kala itu sebuah alunan musik yang keluar dari balik rimbunnya pepohonan. Apa itu ? sempat kutebak tebak.. mungkin alunan melody seorang dewi ? ataukah petikan rambut seorang bidadari
      Tatkala seorang pendaki yang tengah melakukan perjalanan seorang diri. Dengan tatapan yang kaku, hati yang layu, hanya semangat untuk mencari jatidiri,,,mendengar alunan khas yang sebelumnya belum pernah ia jumpai. Ketika angin membelah rimbunnya pepohonan, ketika suara dendang alunan musik mulai terdengar riang. Kujumpai ada seorang bidadari yang sedang kesepian. Langkah demi langkah kupacu. Tekad yang bulat kudorong selalu bersamaku.... Beberapa waktu kemudian, sampailah tubuhku yang masih kaku karena dingin yang menghantui perasaanku, jiwaku dan ragaku... bersatu menjadi sebuah angan-angan yang mungkin selalu aku impikan. Dia sadar, saat aku mulai menampakan ragaku walaupun tak sepatah kata yang dapat aku ucapkan. Tapi, kenapa saat aku mencoba untuk memalingkan wajahku. senyum itu langsung mengarah tepat kedepan mataku. Cerah rasanya, yang semula gelap dan dingin berubah menjadi suatu kehangatan yang sudah lama aku impikan.
       Kupikir, aku hanyalah pria yang kotor, tak berakal, jorok, hitam. Apa yang harus engkau IDAMKAN dari pria sepertiku. Aku sempat tidak percaya dengan semua omong kosongmu. Akan tetapi, waktuku bersamamu yang hanya sedikit itu. Membuatku sadar bahwa perasaan yang selama ini aku pendam. Telah kugali lagi untuk aku berikan kepada seseorang spertimu. Waktu telah berlalu... mungkin engkau sudah lupa dengan rupaku yang kolot atau mungkin engkau masih mengingatnya walaupun hanya seujung rambutku. Tapi, ingatan yang telah mengukir sebuah prasasti di memoriku tidak dapat kubuang begitu saja. Ataukah aku sepadan dengan tisu basah? yang hanya kau perlukan sesaat, setelah itu kau lemparkan aku jauh-jauh dengan sekuat tenagamu, ataukah.... kau buang aku kedalam jurang yang takberdasar?...
       Setelah aku mengingat ingat kembali, saat kita berdua... salah..... mungkin akulah yang terlalu mengharapkan seorang bidadari...Jelas manusia yang kolot tidak akan pernah bisa bersanding dengan bidadari. Semua harapanku hancur, saat kulihat kaum sejenismu menjemputmu dengan sepasang sayap yang indah yang bahkan tidak aku miliki... Jelas!!! karena aku bukanlah kaumu.... Mungkin aku harus kembali mencari jatidiriku. Siapa aku?Apa aku ? Bagaimana kehidupanku?... Aku tidak menyesal..... Karena dari kau sang bidadari... aku bisa mencoba untuk lebih bersabar, mensyukuri apa yang telah Allah berikan... dan memacu diriku untuk menjadi seseorang dari kaumu.. walaupun itu ...mungkin tidaklah berhasil...
Terima kasih bida******...... Akan selalu kuingat jasa-jasamu yang merubah hidupku

Nadzir